Selasa, 13 Oktober 2009

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BUNCIS ( Phaseolus vulgaris L ) YANG DIBERI KOTORAN AYAM DIFERMENTASI ‘’M-BIO’’
Ida Hodiyah, Fitri Kurniati dan Pipit E R Puspita
Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi

ABSTRACT
The objective of this research was to study the effect of dosages of chicken manure fermented with M-BIO (PORASI) compared with that unfermented with M-BIO as check plot on the growth and yield of beans and to obtain the appropriate dosage of PORASI. The experiment was carried out from December 2006 until February 2007.
Randomized Block Design was used in this experiment consisted of six treatments. i.e. chicken manure (unfermented with M-BIO) (25 t ha-1) and PORASI (5, 10, 15, 20, and 25 t ha-1); all the treatments was replicated four times.
The research results showed that the application of PORASI 15 t ha-1 gave good effect on the growth and yield of beans indicated with the number of pod 65.9 per plant; weight of pod 0.367 g per plant or 11.8 kg per plot. The effect of fermented chicken manure (PORASI) compared with that unfermented chicken manure at the dosage of 25 t ha-1 gave higher number of pod per plant, weight of pod per plant and per plot by 16.3%, 25.9%, and 22% respectively that means that the application of fermented chicken manure (PORASI) reduced the use of chicken manure.
Key words: bean, M-BIO, Chicken manure


PENDAHULUAN
Buncis merupakan komoditi hortikultura yang telah dikenal dan digemari masyarakat sebagai salah satu sayuran yang bergizi tinggi. Selain rasanya yang enak, buncis juga mengandung karbohidrat, protein, vitamin dan sebagai sumber serat sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh . Di Indonesia umumnya tanaman buncis dibudidayakan di daerah dataran tinggi, tetapi ada beberapa varietas yang adaptif pada daerah dengan ketinggian antara 300 – 600 m dpl. Luas tanaman buncis di Indonesia sampai tahun 2007 telah mencapai 31.330 ha dengan rata-rata hasil 7,59 t ha-1 (Dirjen Hortikultura, 2008), padahal potensi hasil tanaman buncis rata-rata di atas 25 t ha-1.
Bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi, mengakibatkan permintaan buncis mengalami kenaikan. Di samping itu akhir-akhir ini masyarakat telah banyak yang mengerti tentang produk pertanian yang aman dikonsumsi, sehingga berkembanglah system pertanian yang ramah lingkungan.Dengan demikian upaya peningkatan produksi harus terus dilakukan dengan memperhatikan produk yang aman dikonsumsi dan aman bagi lingkungan .
Untuk mengatasi hal tersebut salah satu alternative teknologi produksi yang dapat ditempuh adalah dengan penggunaan bahan organik sebagai sumber hara bagi tanaman . Namun penggunaan bahan organik sebagai pupuk jika cara konvensional proses dekomposisinya memerlukan waktu yang lama yaitu antara 3 – 4 bulan. Akhir-akhir ini telah berkembang bioteknologi untuk membantu proses pengomposan dalam waktu kurang lebih dua minggu dengan memanfaatkan inokulan dekomposer yang berfungsi ganda yaitu sebagai dekomposer dan agen hayati dalam proses pengomposan . Penggunaan inokulan kompos (dekomposer) selain menghasilkan pupuk yang baik, juga mengandung agen hayati untuk mengendalikan penyakit secara langsung maupun tidak langsung (Simarmata dan Yuwariah, 2008).
Dewasa ini telah berkembang inokulan dekomposer salah satunya yaitu M-BIO ,yang mengandung mikroorganisme efektif ( menguntungkan ) diantaranya penambat N, pelarut P, Yeast dan Lactobacilus. Dari hasil analisis berbagai jenis bahan organik , ternyata kotoran ayam yang difermentasi M-BIO mempunyai sifat-sifat kimia yang lebih baik dibandingkan dengan bahan organik lain (kotoran domba, kotoran sapi, eceng gondok dan limbah pabrik gula). Kotoran ayam yang difermentasi M-BIO kandungan N dan K nya meningkat masing-masing 100% dan 30 % dibandingkan dengan kotoran ayam yang tidak difermentasi (Hasil analisis lab. Kimia Tanah BALITPA Sukamandi). Bahan organik yang difermentasi M-BIO dikenal dengan nama porasi.
Tanaman buncis menghendaki tanah gembur dan aerasi yang baik,penggunaan porasi kotoran ayam merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga kondusif bagi pertanaman buncis. Penggunaan porasi kotoran domba 12,5 t ha-1 tanpa pupuk anorganik pada tanaman kubis dapat menghasilkan bobot bersih per tanaman 2,32 kg, sedangkan yang dipupuk urea 200 kg ha-1 ,SP-36 150 kg ha-1 dan KCL 100 kg ha-1 menghasilkan 1,64 kg per tanaman ( Priyadi, 2003). Begitu juga Ghulam et al.,(1994) melaporkan bahwa aplikasi inokulan mikroorganisme efektif dan bahan organik pada pertanaman shorgum ternyata dapat meningkatkan hasil sebesar 26% dibandingkan dengan tanpa inokulan. Selain itu kandungan N,P, dan K di dalam tanah juga meningkat sehingga serapan N,P,dan K oleh tanamanpun meningkat masing-masing sebesar 15,5%, 16,7% dan 20,3%.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian penggunaan porasi kotoran ayam pada tanaman buncis sehingga diperoleh dosis porasi kotoran ayam yang tepat, dan apakah pupuk kotoran ayam dengan porasi kotoran ayam sama atau tidak pengaruhnya.
BAHAN DAN METODE
Percobaan dilaksanakan di Kelurahan Mulyasari Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya Jawa Barat (350 m dpl) dari bulan Desember 2006 sampai Februari 2007. Jenis tanah Andosol dengan tipe curah hujan B. Bahan yang digunakan adalah benih buncis kultivar Derby, kotoran ayam, pupuk kotoran ayam dan larutan M-BIO.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 6 perlakuan , yang masing-masing diulang empat kali. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : p0 = pupuk kandang ayam 25 t ha-1 , p1 = porasi kotoran ayam 5 t ha-1 , p2 = porasi kotoran ayam 10 t ha-1, p3= porasi kotoran ayam 15 t ha-1, p4 = porasi kotoran ayam 20 t ha-1, dan p5 = porasi kotoran ayam 25 t ha-1. Pada percobaan ini pupuk kotoran ayam sebanyak 25 t ha-1 dijadikan sebagai kontrol, karena dosis pupuk organik anjuran untuk budidaya buncis 15–25 t ha-1. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan uji lanjutan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Pengolahan tanah dilakukan tiga minggu sebelum tanam . bersamaan dengan itu dilakukan pembuatan porasi kotoran ayam . Petak percobaan berukuran 1,2 m x 2 m dengan jarak antar petak 40 cm dan antar ulangan 60 cm. Perlakuan diberikan pada waktu 7 hari sebelum tanam, dengan cara diberikan pada larikan. Benih ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam dengan jarak tanam 20cm x 40 cm, pada umur 2 minggu diadakan penjarangan dengan membiarkan tumbuh satu tanaman per lubang tanam dan populasi per petak sebanyak 30 tanaman, sedangkan yang dijadikan sample sebanyak 12 tanaman. Pemanenan dilakukan mulai umur 56 hari setelah tanam
Pengamatan yang dilakukan meliputi : jumlah daun dan tinggi tanaman pada umur 42 hari setelah tanam , jumlah polong per tanaman, bobot polong per tanaman dan bobot polong per petak. Sebelum percobaan dimulai dilakukan analisis terhadap porasi kotoran ayam, pupuk kotoran ayam dan tanah percobaan.




Tabel 1.Hasil analisis porasi dan pupuk kotoran ayam
Parameter hasil uji
Porasi kotoran ayam pupuk kotoran ayam
C Organik 29,150 % 19,940 %
N Total 3,199 % 2,151 %
P2O5 Total 2,412 mg 100g-1 2,304 mg 100g-1
K2O Total 2,237 mg 100g-1 2,062 mg 100g-1
C/N 9,113 9,02
pH H2O 6,83 6,55
Dianalisis di lab Ilmu Tanah Faperta UNSOED ( 2006 )

Tabel 2. Hasil analisis kimia tanah

Parameter Hasil Keterangan
C Organik 1,48 % sangat rendah
N Total 0,15 % sangat rendah
P2O5 Total 11,0 ppm tinggi
K2O Total 1,28 me 100mg-1 sangat rendah
pH H2O 6,70 netral
pH KCl 5,55 netral
Dianalisis di Lab Dep Ilmu Tanah dan Sumber Daya lahan Faperta IPB ( 2006 )

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen Pertumbuhan :
Hasil analisis pengaruh berbagai dosis porasi kotoran ayam terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut tampak bahwa jumlah daun terbanyak ditampilkan oleh tanaman yang diberi porasi kotoran ayam 25 t ha-1, sedangkan untuk tinggi tanaman diberi porasi berapapun sama saja tetapi berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang diberi pupuk kotoran ayam.


Tabel 3. Komponen pertumbuhan yang diberi berbagai dosis porasi kotoran ayam
Perlakuan jumlah daun tinggi tanaman(cm) 42 HST
Pupuk kotoran ayam 25 t ha-1 9,8 a 52,4 a
Porasi kotoran ayam 5 t ha-1 9,9 a 52,5 a
Porasi kotoran ayam 10 t ha-1 9,6 a 53,9 a
Porasi kotoran ayam 15 t ha-1 9,6 a 58,7 b
Porasi kotoran ayam 20 t ha-1 10,4 b 57,7 b
Porasi kotoran ayam 25 t ha-1 10,8 b 58,9 b
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 persen. HST = hari setelah tanam.
Meningkatnya jumlah daun tanaman buncis yang diberi porasi kotoran ayam 20 dan 25 t ha-1, karena semakin tingginya dosis porasi yang diberikan ke tanah, akan semakin meningkatkan kandungan unsur hara tanah. Hal ini didukung oleh hasil analisis porasi kotoran ayam yang mengandung unsur hara N total 3,199 % lebih tinggi dari pada kandungan N total pupuk kotoran ayam yaitu 2,151% (Tabel 1), sehingga jika porasi kotoran ayam diberikan ke tanah yang kandungan N totalnya sangat rendah yaitu 0,15% (Tabel 2) maka akan memperbaiki neraca N dalam tanah dan serapan N oleh tanaman yang ahirnya mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman buncis. Unsur N merupakan salah satu unsur yang diperlukan untuk perkembangan organ-organ vegetative yang lebih diarahkan kepada pembentukan daun . Seperti hasil penelitian Priyadi (2003) bahwa meningkatnya dosis porasi kotoran Domba sampai 12,5 t ha-1 meningkat pula jumlah daun per tanaman kubis. Di samping itu dalam porasi terdapat mikroorganisme yang menguntungkan, yang dapat berkembang dan melakukan fermentasi secara optimal. Hasil fermentasi tersebut berupa alkohol, gula, asam laktat,asam amino dan senyawa lain yang dapat diserap langsung oleh akar tanaman. Senyawa organik tersebut dapat melarutkan unsur hara di dalam tanah dan bersifat stabil, peningkatan senyawa terlarut akan meningkatkan serapan hara oleh tanaman yang akhirnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih baik, seperti yang diperlihatkan oleh tinggi tanaman yang diberi porasi kotoran ayam berbeda nyata dengan yang diberi pupuk kotoran ayam, karena kandungan N dan C organik pupuk kotoran ayam (Tabel 1) nilainya jauh di bawah porasi kotoran ayam.
Komponen Hasil dan Hasil :
Jumlah polong per tanaman
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah polong per tanaman, bobot polong per tanaman dan bobot polong per petak dipengaruhi oleh dosis porasi kotoran ayam (Tabel 2).
Tabel 4. Komponen hasil dan hasil buncis yang diberi berbagai dosis porasi kotoran ayam
Perlakuan jumlah bobot(kg) bobot polong(kg)
polong per tanaman per petak
Pupuk kotoran ayam 25 t ha-1 56,9 a 0,289 a 9,5 a
Porasi kotoran ayam 5 t ha-1 52,0 a 0,283 a 9,4 a
Porasi kotoran ayam 10 t ha-1 53,7 a 0,318 ab 9,3 a
Porasi kotoran ayam 15 t ha-1 65,9 b 0,367 b 11,8 b
Porasi kotoran ayam 20 t ha-1 64,3 b 0,355 b 11,1 b
Porasi kotoran ayam 25 t ha-1 66,2 b 0,364 b 11,6 b
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 persen.
Jumlah polong per tanaman menjadi lebih banyak jika diberi porasi 15 t ha-1, tetapi jika dosis porasi ditingkatkan sampai 25 t ha-1 ternyata jumlah polong per tanaman tetap saja tidak berbeda, hanya berbeda nyata dengan pemberian pupuk kotoran ayam 25 t ha-1, porasi 5 t ha-1 dan porasi 10 t ha-1. Disini tampak bahwa pemberian bahan organik yang ditambah mikroorganisme menguntungkan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Meskipun dosis bahan organiknya lebih rendah yaitu 15 t ha-1 dibandingkan dengan pupuk kotoran ayam 25 t ha-1 (tanpa M-BIO), ternyata menghasilkan jumlah polong yang lebih banyak.
Hal tersebut dapat digambarkan dari hasil analisis (Tabel 1) yang menunjukkan bahwa porasi kotoran ayam mengandung C organik 29,150% lebih tinggi dari pada C organik pupuk kotoran ayam yaitu 19,94%. Ketika porasi kotoran ayam diberikan ke dalam tanah yang mengandung C organik sangat rendah yaitu 1,48% (Tabel 2) tentunya akan meningkatkan kandungan C organik tanah. Ditinjau dari segi kimia, fisika dan biologi tanah pemberian porasi kotoran ayam memperbaiki agregasi tanah sehingga dapat memperbaiki aerasi dan perkolasi. Karbon (C) diperlukan oleh mikroorganisme sebagai sumber energy dan mikroorganisme akan mengikat Nitrogen tergantung dari ketersediaan karbon ( Sutanto, 2002). Meningkatnya C organik tanah akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme merombak bahan organik sehingga mengakibatkan struktur tanah menjadi remah yang akhirnya pertumbuhan akar menjadi lebih baik.
Di samping itu aktivitas mikroorganisme (dekomposer) meningkat, sehingga aktif menambat nitrogen , melarutkan P, menghasilkan enzim, hormone tumbuh dan asam-asam organik yang sangat berperan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang ditunjukkan oleh bertambahnya jumlah polong tanaman buncis. Sesuai dengan hasil penelitian Aiyen (2005) bahwa pemberian bahan organik bersama-sama M-BIO dapat meningkatkan pertumbuhan akar, bobot kering daun dan tingkat respirasi mikroorganisme bekas pertanaman tanaman jagung. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam tanah populasi mikroorganisme bertambah.
Bobot polong per tanaman dan per petak
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa dosis porasi kotoran ayam yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata baik terhadap bobot polong per tanaman maupun per petak. Pemberian porasi kotoran ayam 15 t ha-1 nyata dapat menaikan bobot polong per tanaman maupun per petak, dan berbeda nyata dengan dosis porasi 5 t ha-1 serta pupuk kotoran ayam 25 t ha-1. Tetapi bila dosis porasi kotoran ayam tersebut ditingkatkan lagi sampai 25 t ha-1, bobot polongnya tetap tidak berubah. hal ini diduga pemberian porasi 15 t ha-1 telah mampu menyediakan unsur hara yang diperlukan serta menciptakan kondisi media tanam buncis yang baik sehingga pertumbuhan buncis lebih baik.
Tanaman buncis yang diberi porasi kotoran ayam 15,20 dan 25 t ha-1 dibandingkan dengan yang diberi pupuk kotoran ayam (tanpa difermentasi M-BIO) 25 t ha-1, ternyata bobot polong per tanaman dan per petaknya lebih berat, hal ini menggambarkan bahwa kualitas porasi lebih baik dari pada pupuk kotoran ayam ( Tabel 1). Sutanto (2002) menyatakan bahwa pemberian inokulan mikroorganisme penambat N dan pelarut P dapat memperkaya kompos dan pada akhir pengomposan terjadi peningkatan nitrogen yang cukup nyata berkisar 60,5% sampai 111,6% dibandingkan dengan control.
Dalam percobaan ini dekomposer (inokulan) yang diberikan yaitu campuran mikroorganisme yang menguntungkan seperti yang dikandung oleh M-BIO, dan bila diberikan ke dalam tanah akan mampu meningkatkan keragaman dan aktivitas mikroorganisme tanah serta inokulasi campuran mikroorganisme lebih efektiv dari pada inokulasi mikroorganisme tunggal (Higa and Parr, 1994) sehingga perombakan bahan organik akan berlangsung lebih cepat. Meningkatnya aktivitas mikroorganisme akan meningkatkan proses penguraian bahan organik, sehingga unsur hara dalam tanah menjadi tersedia.
Di samping itu mikroorganisme-mikroorganisme yang terdapat dalam porasi dapat memproduksi salah satunya asam indol asetat yang berperan memacu perpanjangan sel dan pembelahan sel, inisiasi akar dan dominasi apical. Seperti yang dilaporkan oleh Saraswati dkk. (2004) bahwa pemberian campuran bakteri penambat N pada tanaman padi dapat memacu pertumbuhan akar. Aiyen (2005) juga melaporkan bahwa pemakaian M-BIO dengan bahan organik dapat memperbaiki bobot kering akar dan morfologi akar jagung. Morfologi akar seperti rambut akar sangat penting dalam akuisisi nutrisi. Dengan demikian penggunaan porasi kotoran ayam yang tepat mampu menyediakan nutrisi sehingga akar akan mengakuisisi lebih banyak nutrisi yang akan meningkatkan pertumbuhan bagian lainnya seperti polong.
KESIMPULAN :
Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Pemberian porasi kotoran ayam 15 t ha-1 sudah memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman buncis, dengan jumlah polong per tanaman sebanyak 65,9 ; bobot polong per tanaman seberat 0,367 g dan bobot polong per petak seberat 11,8 kg.
2. Pada dosis yang sama (25 t ha-1) ternyata pemberian porasi kotoran ayam menghasilkan jumlah polong per tanaman. bobot polong per tanaman dan per petak yang lebih tinggi dari pada pupuk kotoran ayam, berturut-turut perbedaannya yaitu sebesar 16,3%, 25,9% dan 22 %, dengan demikian penggunaan porasi kotoran ayam dapat mereduksi penggunaan kotoran ayam .
DAFTAR PUSTAKA
Aiyen. 2005. Pengaruh pemberian pupuk hayati,pupuk organik terhadap pertumbuhan dan pH rizosfer tanaman jagung manis: Pendekatan Rizoboks. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako (tidak dipublikasikan).
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia. Departemen Pertanian.
Ghulam ,J., T Hussain, R Ahmad and S Afzal. 1994. Developments for EM tecnology to replace chemical fertilizer in Pakistan. Pp 45-66. In. H.A.H Syarifuddin and A.R Anuar (ed.). Third Conference on effective Microorganisme (EM). Kyusei Nature Farming Centre. Thailand.
Higa T and J. F Parr. 1994. Beneficial and Effective Microorganism for sustainable agriculture and environment. International Nature Farming Research Centre. Japan.
Priyadi,R.. 2003. Pengaruh berbagai takaran porasi kotoran domba terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kubis varietas Green Coronet. Bionatura. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Padjadjaran, vol.5,No.2. hal. 88-96.
Saraswati, R., T Prihatini, dan R D Hastuti. 2004. Teknologi pupuk mikroba untuk meningkatkan efesiensi pemupukan dan keberlanjutan system produksi padi sawah. Dalam Fahrudin A., A Adimiharja, A. A Fagi dan W Hartati (ed.). Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Hal. 169-190. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian.
Simarmata, T dan Y Yuwariah. 2008. Teknologi intensifikasi padi aerob terkendali berbasis organik (IPAT- BIO) untuk melipatgandakan produksi padi dan mempercepat kemandirian dan ketahanan pangan. Prosiding Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Balai Besar Penelitian Padi.
Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.